Monday, March 12, 2012

Satu Dekade




Sepuluh tahun lalu, saya melewatkan malam-malam menjelang minggu perdana memulai hari-hari perkuliahan dengan menulis puisi-puisi patah hati gara-gara sahabat yang juga sekaligus 'cinta bertepuk sebelah tangan' versi saya saat itu akan pindah ke kota ini. Tujuh tahun setelah puisi-puisi romansa tentang malam dan bintang, dan mimpi-mimpi tentang menemukan cinta lama bak di novel-novel roman, keajaiban turun, dan saya pun tiba di kota yang sama. 

Saya kembali jatuh cinta. Tentu bukan pada sahabat yang sudah tak bisa disebut lagi sahabat, karena kami hampir tak pernah bersua! Hati saya tertambat pada salah satu kota di 'benua bawah' ini.

Kota itu, Melbourne, namanya. Menurut The Economist pertengahan tahun 2011 lalu, ia berada di puncak daftar kota yang paling layak ditinggali di seluruh dunia. Alasannya? Tentu tak jauh-jauh dari rendahnya jumlah penduduk, akses jaminan kesehatan yang sangat baik, dan juga kualitas dan sistem pendidikan yang menjadikan Australia salah satu tujuan yang sangat diminati untuk pendidikan lanjut dan tentu saja, peluang untuk tinggal dan menetap di negara maju.

Buat saya yang otak kanannya lebih dominan dan lekat dengan seni dan segala yang indah-indah, Melbourne menyodorkan ekstasi yang membuat ketergantungan. Bangunan-bangunan dari tahun 1800-1900an hampir semuanya masih berdiri tegak tanpa cacat yang berarti. Kalaupun sudah berubah fungsi, eksteriornya sangat dijaga agar tetap baik dan jelas terlihat detailnya. Festival musik dan seni berlangsung sepanjang tahun, begitu juga festival budaya dari kelompok-kelompok imigran dari seluruh penjuru dunia. Taman-taman dirawat begitu rupa sehingga setiap cuaca cukup cerah dan bersahabat, rumput hijau penuh oleh orang-orang berpiknik, membaca buku, atau sekedar berbaring menikmati suasana alam. Dan saya belum berbagi tentang lezatnya makanan otentik dari seluruh penjuru dunia yang tersaji di Melbourne! 

Tentu saja tidak ada yang seratus persen sempurna. Biaya hidup di Australia cukup tinggi, apalagi melihat mata uang Australia yang terus menanjak dan berada di atas dolar Amerika. Pada umumnya orang lokal cukup bersahabat, namun tentu ada juga pengalaman yang kurang menyenangkan. Tapi secara pribadi, saya sangat menikmati tinggal di kota ini selama (hampir) tiga tahun terakhir.

Dan ketika mengingat bahwa malam-malam penuh puisi romansa itu sudah lewat satu dekade lalu, tersadarlah saya betapa waktu sungguh cepat berlalu. :)

2 comments:

  1. Tulisanmu terasa berbeda.. Dari segi pemilihan kata dll. You become a real artist noww :)

    ReplyDelete
  2. artist yah.. keren sih cuma kere :P hahaha

    lagi nyoba latihan aja nulis in both english and indo, mengurangi stres juga hehe meskipun bbrp vocab indo suka menghilang dan harus liat kamus online :P

    ReplyDelete